Bismillah.
Dalam
berjamaah memang akan begitu banyak dinamika-dinamika didalamnya, salah satunya
yaitu persoalan tentang merajuk. Penyakit ini pasti akan timbul didalam hati
para kader meskipun kader yang sudah lama didalam jamaah apalagi yang masih
baru.
Kemenangan
bisa membuat orang terlena dan tertipu. Hal ini juga pernah terjadi dalam
jamaah yang dibangun Rasulullah SAW. Contohnya setelah Perang Hunain saat
Rasulullah memberikan para mualaf (penduduk Mekah yang baru masuk Islam) harta
rampasan perang (ghanimah) untuk
mengikat hati mereka kepada Islam. Namun sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan
Muslim sebagian kaum Anshar merasa keberatan atas tindakan itu dan menggerutu, “Semoga
Allah mengampuni Rasul-Nya, dia memberi Quraisy dan membiarkan kita padahal
pedang-pedang kita masih meneteskan darah mereka.”
Rasulullah SAW pun mengumpulkan kaum
Anshar dan menyampaikan khutbah khusus sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim :
“Hai kamu Anshar, apakah kalian
jengkel karena tidak menerima sejumput sampah keduniaan yang tidak ada artinya?
Dengan ‘sampah’ itu aku hendak menjinakkan suatu kaum yang baru saja masuk
Islam sedangkan kalian telah lama berislam. Hai kaum Anshar, apakah kalian tidak
puas melihat orang lain pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian
pulang membawa Rasul Allah? Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang lebih baik
daripada apa yang mereka bawa. Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di
Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah niscaya aku menjadi salah seorang dari
Anshar. Seandainya orang lain berjalan dilereng gunung yang lain, aku pasti
turut berjalan dilereng gunung yang ditempuh kaum Anshar. Sesungguhnya kalian akan
menghadapi diskriminasi sepeninggalanku, maka bersabarlah hingga kalian
berjumpa denganku di telaga (surge). Ya Allah limpahkan rahmat-Mu kepada kaum
Anshar, kepada anak-anak kaum Anshar, dan kepada cucu kaum Anshar!”
Mendengar ucapan Nabi SAW tersebut,
kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah karena air mata. Mereka kemudian
menjawab, “Kami rela mendapatkan Allah dan Rasul-Nya sebagai pembagian dari
jatah kami.”
Demikianlah upaya Nabi SAW untuk
mempertahankan soliditas jamaah akibat godaan dunia berupa harta rampasan
perang. Beliau mengingatkan kembali tentang pentingnya keikhlasan. Kemenangan dan
kesuksesan memang mebawa konsekuensi berupa datangnya berbagai kenikmatan yang
dapat melenakan. Dibutuhkan tashawwur
yang jernih dan hati yang ikhlas untuk tidak tertipu (ghurur) dengan kemenangan dan kesuksesan.
Di zaman now ini, kemenangan dan
kesuksesan dakwah juga bisa membuat sebagian aktivis dakwah terlena dengan
kenikmatan yang diperoleh berupa harta, jabatan, atau popularitas. Jika tidak
hati-hati, mereka dapat tergelincir (insilakh)
dari jalan dakwah karena sibuk memperebutkan “sejumlah sampah”, seperti yang
diistilahkan Nabi Muhammad SAW dalam hadist di atas.
Sangat ironis, jika aktivis dakwah
menukar jalan dakwah yang mahal ini dengan “sampah” yang nista dan bernilai
rendah. Camkanlah perkataan imam asy-Syahid Hasan al-Banna ini, “Kami tidak
mengharapkan sesuatu dari manusia, tidak mengharapkan harta benda atau imbalan
yang lainnya, tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih. Yang
kami harap hanyalah pahala dari Allah, Dzat yang telah menciptakan kami.”
“Jangan tanyakan apa yang telah jamaah
berikan kepada kita tapi tanyakanlah apa yang telah kita berikan untuk jamaah
ini, sooo Bergerak atau Tergantikan!”
0 komentar:
Post a Comment